Kebahagiaan bisa datang dari mana saja, Salah satunya adalah dengan mendaki salah satu gunung tertinggi di Indonesia, Gunung Kerinci.
Sebelumnya tak pernah kepikiran kalau bakalan bisa mendaki gunung lagi setelah beberapa waktu terdahulu saya berhasil melakukan pendakian Gunung Marapi Sumbar 2891 Mdpl.
Sama seperti pendakian sebelumnya, saya juga berangkat dengan teman – teman dari komunitas United Indonesia Chapter Pekanbaru. Ya.. maklum saja pada saat itu, kebanyakan dari kami sangat menggebu – gebu ketika diskusi tentang gunung, hingga akhirnya rencana tersebut berhasil direalisasikan.
Destinasi ini merupakan atapnya Sumatera atau yang tertinggi di Sumatera dan masuk dalam 10 besar Gunung Tertinggi di Indonesia.
Ada 2 jalur yang bisa dicoba untuk bisa melakukan pendakian, diantaranya jalur pendakian via Kersik Tuo dan jalur pendakian via Solok. Bagi pendaki newbie seperti kami, tentunya lebih memilih jalur resi via Kersik Tuo. Alasannya cukup sederhana, selain resmi jalur juga lebih baik (tapi tetap tak bisa dipandang sebelah mata). Sedangkan jalur via Solok keadaannya lebih ekstrem dan lebih susah dilalui bagi pendaki tim hore seperti saya.
Oh iya, gunung Kerinci ini merupakan habitatnya harimau Sumatera yang dilindungi dan berada di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Uniknya dari destinasi ini adalah ketika berada di atas puncak Kerinci kita berkesempatan melihat secara langsung bagaimana pesona indahnya pemandangan dari kota Jambi, Padang, dan Bengkulu secara bersamaan. Kerennya lagi, apabila hamparan awan atau pandangan sedang bersih, kita bisa melihat Samudera Hindia yang jauh disana. Tentu saja momen tersebut datangnya pada subuh hari hingga menjelang siang. Pemandangan lainnya adalah penampakan danau Gunung Tujuh yang berada di seberang lokasi puncaknya. Danau ini sendiri merupakan danau tertinggi di Asia Tenggara.
Mendaki Salah Satu Gunung Tertinggi di Indonesia, Gunung Kerinci.
As Always, saya berangkat dari Kota Pekanbaru dengan menggunakan 2 mobil yang sudah kami sewa sebelumnya. Kami berangkat pada pagi hari sekitar pukul 10.00 WIB melalui jalur barat Sumatera via Solok Selatan, dan jika diestimasi melalui google maps, perjalanan hanya membutuhkan waktu 12 – 13 jam tanpa berhenti. Tetapi memang kenyataan di lapangan bertolak belakang, karena banyak melakukan perhentian seperti makan, sholat dan istirahat. Hasilnya sekitar dini hari kami baru sampai di Kersik Tuo dan langsung menyewa kamar disalah satu homestay disana.
Yap di homestay bukan di basecamp seperti orang kebanyakan. Selain karena alasan rombongan kami 2 mobil, kami banyak yang ngorok (padahal cuma saya) sehingga memutuskan untuk homestay saja. Kami memilih homestay Paiman yang memang sudah banyak review okenya di dunia maya.
Untuk bisa menginap di tempat ini saya dan teman – teman diwajibkan membayar biaya Rp. 40.000 /orang. Ini belum termasuk biaya makan ya. Untuk sekali makan biaya yang dikeluarkan juga tidak terlalu mahal, cukup dengan Rp. 10000 saja. Penginapannya nyaman dan bersih, tidak memerlukan kipas angin karena memang cuaca atau udara disekitarnya cukup dingin. Disana juga kami bertemu bertemu dengan teman – teman baru yang juga mendaki esok harinya. Untuk diketahui, momen pendakian kami berbarengan dengan Summit Attack dan 17 Agustusan. Sehingga pendakian kami saat itu lebih ramai dari hari biasa.
Memulai Pendakian
Homestay – Pintu Rimba
Setelah mempersiapkan alat dan perangkat untuk mendaki, kami pun mulai berangkat engan menggunakan pickup yang kami bayar Rp. 15000 /orang dari simpang tugu macan. Perjalanan dilalui dengan pemandangan luasnya area kebun teh Kayu Aro terus menuju R10 yang merupakan pondok pertama tempat kita melakukan registrasi pendakian.
Di lokasi ini penjaga balai TNKS mengawasi setiap pendaki yang akan naik ke Gunung Kerinci. Selanjutnya kami melanjutkan pos perbatasan aspal dan tanah, disini kami memulai pendakian. Area jalan berupa perkebunan atau ladang warga menuju pintu rimba. Destinasi ini juga merupakan sebuah lokasi bekas kamar mandi yang sudah tidak digunakan. Ditandai dengan adanya gapura ketika kita sampai.
Pintu Rimba Terus ke Bangku Panjang (Pos 1)
Tak jauh berbeda dengan Marapi, jalur pendakian Gunung Kerinci juga memiliki pintu rimba. Bisa dikatakan Ini merupakan pintu awal pendakian yang ditandai dengan adanya batas antara hutan dan ladang. Bagi teman – teman yang belum membawa air, disini tersedia mata air. Untuk bisa sampai ke pos 1 dibutuhkan waktu sekitar 30 menit perjalanan dengan jarak sekitar 2 km. Walaupun jalur yang dilalui masih landai, tetapi medannya lembab sehingga tetap harus berhati – hati dengan pacet. Pos 1 atau Bangku Panjang merupakan tanah lapang yang memiliki dudukan panjang untuk beristirahat. Pada pos ini ketinggian kita sudah mencapai 1.890 Mdpl.
Bangku Panjang ke Pos Batu Lumut (Pos 2)
Karena di pos 1 kami tidak istirahat, kami terus melakukan pendakian walaupun medannya masih landai. Ada beberapa sekali tanjakan mulai naik dan pada saat itu sebelumnya selesai hujan, komplit sudah. Jalanan menjadi lebih licin dan becek. Ada juga beberapa pohon yang mati dan tumbang yang menambah tantangan di jalur pendakian ini. Saya sendiri sempat ketinggalan beberapa kali dari teman – teman. Ya lebih kurang sekitar 45 menit, saya baru bisa sampai ke pos Batu Lumut. Maklum saja Tim Hore.
Di pos ini kami berhenti sebentar saja, karena pos 1 – 3 merupakan jalur atau kawasan dari Harimau Sumatera dan baiknya tak usah terlalu lama. Di pos ini ketinggian sudah mencapai 2.010 Mdpl.
Untuk lokasi mata air disini ada. Tetapi memang hanya sebatas air endapan hujan yang tentu saja bisa membantu persediaan.
Pos Batu Lumut ke Pos 3
Jalur pendakian yang dilalui semakin menanjak dan licin. Belum lagi banyak akar – akar pohon besar yang mulai menghadang hingga nantinya sampai pada pos 3. Di tempat ini juga tidak terlalu disarankan untuk membangun tenda, karena hanya cukup 1 tenda saja. Di tempat ini sudah mencapai ketinggian 2.225 Mdpl.
Pos 3 ke Shelter 1
Saya dan teman – teman kembali melanjutkan pendakian ke Shelter 1. Kondisi jalur jalan pendakian setapaknya mulai terjal dengan kemiringan sekitar 60 derajat. Akar – akar pohon masih mendominasi rute pendakian.
Sampai akhirnya saya berada di shelter 1 dengan kondisi cuaca hujan. Berbeda dengan di bawah, kondisi hujan juga di barengin dengan angin yang kuat. Sehingga kami memutuskan untuk bermalam di shelter ini. Begitu pula dengan beberapa teman – teman pendaki dari daerah yang lain. Tentunya untuk menghindari dan mengurangi resiko yang tidak dinginkan.
Shelter ini merupakan tempat peristirahatan yang pas. Tetapi untuk mendapatkan air sedikit lebih sulit, belum lagi yang memutuskan untuk menginap saat itu juga banyak. Jadinya kami menampung air dari turunnya hujan dengan menggunakan terpal dan berusahan mencari sumber air yang ada di sekitar shelter 1.
Shelter ini sudah berada pada ketinggian 2505 Mdpl yang juga merupakan tempat beristirahat yang aman dari pada pos sebelumnya. Lokasinya cukup luas dan bisa untuk 15 tenda.
Shelter 1 ke Shelter 2
Keesokan paginya setelah melakukan sarapan bersama, kami melanjutkan perjalanan menuju Shelter 2 dengan jarak tempuh sekitar 3 km dam membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam. Rute pendakian yang dilakukan mulai semakin berat. Masih dengan vegetasi yang rapat, jalur mendakinya berupa menjadi tanah liat dan jalur air yang terbuat secara alami. Apalagi malam tadi turun hujan sehingga jalan yang dilalui semakin licin dan becek berkali lipat. Di jalur ini saya lebih ekstra berhati hati. Akar pohon dan bebatuan menjadi pijakan dan penahan disaat mendaki. Perjumpaan antara lutut dan jidat benar – benar tak bisa dihindari. Beberapa kali pula saya harus mencoba dan berhasil melewati jalur pendakian berupa terowongan yang terbentuk dari dahan – dahan pohon besar. Mau tak mau saya harus membungkuk untuk bisa melaluinya. Selain itu rute pendakian ini merupakan rute terpanjang dibanding pos – pos sebelumnya.
Kita bisa beristirahat sejenak ataupun menginap walaupun tempat tidak begitu besar. Sumber air juga ada sehingga tidak menyulitkan. Di lokasi ini ketinggian sudah mencapai 3056 Mdpl sehingga udara juga semakin dingin. Kami hanya beristirahat sebentar lalu melanjutkan perjalanan ke shelter 3.
Shelter 2 ke Shelter 3.
Setelah sejenak beristirahat saya dan teman – teman kembali melanjutkan perjalanan menuju Shelter 3. Medan yang dilalui sesekali terjal sampai kemiringan 45 derajat. Beberapa kali pula saya harus memegang akar pohon agar bisa menjaga keseimbangan dan tidak terpeleset. Sedangkan jarak tempuh sekitar 2 km dengan waktu sekitar 2 jam. Jalur atau medan pendakiannya merupakan yang paling menyusahkan dan penuh tantangan. Belum lagi bebatuan curam, dan jalan yang semakin menyempit. Ada juga terowongan akar yang sempit, sehingga kadang meyulitkan membawa carrier.
Di lokasi ini kita sudah mencapai ketinggian 3291 Mdpl dan dekat dengan batas vegetasi. Area ini direkomendasikan untuk mendirikan tenda dan bermalam, sebelum esok paginya ke puncak. Dari shelter 3 ini kita bisa melihat pemandangan desa Kersik Tuo dan Gunung tujuh yang ada di seberang. Tetapi memang pemandangan seperti ini langka, karena beberapa saat pemandangan berubah menjadi berkabut seperti Silent Hill. Selain itu udra lebih menipis dan menjadi lebih dingin.
Dari tempat kami mendirikan tenda juga terlihat jalur pendakian ke puncak. Kalau diperhatikan dari shelter 3 terasa dekat, tetapi saat melakukan pendakian ?
Shelter 3 Menuju Tugu Yudha
Setelah cukup beristirahat dan menahan dingin yang luar biasa, pada pukul 03.00 WIB kami bangun dan melanjutkan perjalanan menuju Tugu Yudha. Rute pendakian sendiri penuh dengan pasir dan batu kerikil yang banyak. Selain itu medan perjalanan sudah melewati kemiringan yang luar biasa. Benar – benar melelahkan bagi saya, kaki, tangan bekerja, merangkak untuk bisa berhasil sampai ke atas.
Area cadas berbatu terjal ini memang membuat kami sangat berhati – hati. Karena bisa saja batu – batu kerikil tersebut mengenai teman kami yang berada di bawah. Untungnya ada bantuan head lamp sehingga kami lebih berhati – hati.
Tugu Yudha merupakan sebuah tugu yang didirikan untuk mengenang salah seorang pendaki yang bernama Yudha Sentika yang pada saat itu hilang dan jasadnya tidak ditemukan. Di zona tugu ini merupakan daerah cadas yang mendatar dan luas. Kita bisa beristirahat sejenak sebelum sampai akhirnya di puncak Gunung Kerinci. Apalagi pendakian ini benar – benar menguras tenaga.
Tugu Yudha menuju Puncak Kerinci
Setelah melakukan istirahat sejenak dan membuat dokumentasi di tugu Yudha, kamipun terus melakukan pendakian hingga sampai ke puncak. Terlihat pula sekilas matahari sudah mau terbit, sehingga kami pun mempercepat langkah mendaki kami. Jalur yang dilalui berbatu dan curam serta ini merupakan rute terakhir untuk bisa ke puncak.
Dengan kekuatan ekstra saya dan teman – teman akhirnya sampai di puncak yang sering juga disebut Puncak Indrapura. Puncak ini juga merupakan sebuah kawah yang aktif dengan luas 400 x 120 meter. Banyak yang mengatakan bawah kedalaman kawah tersebut sekitar 600 meter. Kawahnya juga masih mengeluarkan gas balerang pekat seperti kabut tebal.
Sedangkan rasanya oksigenpun disini seperti menipis. Dari puncak ini saya bisa melihat pemandangan kota Jambi, Padang, Bengkulu, Gunung Tujuh, bahkan samudera hindia. Saya dan teman – teman tentunya sangat beruntung bisa sampai di puncak ini. Sujud syukur bahkan terlihat beberapa teman yang juga menangis karena terharu. Lainnya juga terlihat teman – teman mengabadikan momen tak terlupakan ini dengan melakukan foto bersama.
Sungguh pengalaman yang luar biasa yang bisa saya lakukan. Walaupun terlambat tetapi akhirnya saya bisa menikmati ciptaan tuhan. Mudah-mudahan cerita saya di gunung Kerinci Jambi ini bisa menginspirasi teman-teman untuk datang ke destinasi ini.