Petualangan mendaki Gunung Marapi Sumbar dengan ketinggian 2891 Mdpl tak terlupakan.
Yap benar saja, gunung yang terletak di Provinsi Sumatra Barat, Indonesia, atau tepatnya berada di Tanah datar, di dekat Bukittinggi dan Kota Padang Panjang. Gunung ini memiliki ketinggian 2.891 Meter di atas permukaan laut. Pendakian ini merupakan pendakian pertama yang saya lakukan dan membuka aura dan kegiatan yang menjadi hobi saya ke depannya.
Pada pendakian saya pertama ini bersama teman – teman dari komunitas United Indonesia dan Kaskus Regional Riau Raya yang memang rata – rata belum pernah melakukan pendakian. Sedangkan jalur pendakian yang kami lalui adalah melalui Koto Baru, Tanah Datar.
Perjalanan ke Gunung Marapi Sumbar
Seperti perjalanan sebelumnya, saya berangkat dari kota kelahiran di Pekanbaru. Menuju Koto Baru, Tanah Datar dengan menggunakan mini bus yang sudah kami sewa sebelumnya. Kami sengaja berangkat pada malam hari, dan rencananya pada pagi hari kami langsung melakukan pendakian. Sebelumnya untuk bisa mengikuti perjalanan di 18 – 20 April ini saya sudah menyiapkan berbagai perlengkapai baik logistik, tenda untuk menaungi kamu, juga alat – alat bantuan pendakian lainnya.
Setelah akhirnya sampai subuh, kami lalu bersiap siap untuk melanjutkan hiking menuju Marapi. Petualangan di mulai dari Koto Baru menuju titik awal yang sering di sebut titik Tower. Disebut titik Tower karena di titik ini ada sebuah tower telekomunikasi yang sudah tidak digunakan lagi. Titik atau point ini juga menjadi tempat ataupun posko sebelum kita memulai pendakian. Di sini kita harus melapor, meregistrasi nama dan nomor yang bisa dihubungi dan juga menjadi lokasi awal. Pada titik ini kita diwajibkan membayar uang sebesar Rp. 5000 sebagai biaya Titik ini juga merupakan posko dan tempat melapor kegiatan pendakian serta di wajibkan untuk membayar 5000 IDR/ orang.
Tepat pukul 07.00 WIB, kami melanjutkan perjalanan menuju titik selanjutnya yang dituju yaitu pesanggrahan. Tempat ini juga merupakan sebagai pintu masuk hutan dikaki gunung yang masih aktif ini. Jalur menuju tempat ini juga sudah di beton walaupun tidak semua dan jalurnya belum begitu menyulitkan. Walaupun tidak menyulitkan menurut teman – teman, bagi saya yang jarang olahraga, melewati jalur ini sudah ngos – ngosan. Wajar saja karena memang jarang olahraga dan saya juga membawa tas pinggang (hahahah). Selama menuju perjalanan ke pesanggrahan ini, kita melewati sawah dan perkebunan warga di sisi kiri dan kana.
Lebih kurang 20 menit akhirnya kami sampai di pesanggrahan. Di lokasi ini kamu menyempatkan terlebih dahulu untuk sarapan. Maklum saja dari malam kami belum makan di perjalanan. Kami pun tidak terlalu banyak makan karena memang perjalanan yang sebenarnya belum di mulai. Cukup mie instan, plus ikan teris dan sarden (bukan makanan ringan).
Sesudah di rasa pas, tepat 30 menit beristirahat dan sarapan, saya dan teman – teman komunitas lanjut meneruskan petualangan. Perjalanan menuju pos kedua di awali dengan adanya jalan setapak mendaki dan mulai memasuki hutan yang lebat dan mempunyai lingkungan dan vegetasi yang berlainan dari posko menuju pesanggarahan. Jalur yang di lalui agak memutar, belum lagi ada beberapa kali kami berhenti sejenak dikarenakan ada beberapa teman yang tesentak karena bagian kakinya digigit binatang. Yap tentu saja Pacet yang selalu mengintai. Tapi alhamdulillah itu tidak berlaku kepada saya, karena saya pada saat itu menggunakan celana panjang dan kaos kaki panjang yang menutupi secara penuh kaki. Sehingga terhindar dari hal – hal gigitan tersebut. Maklum saja, karena tipe hutan di jalur pendakian ini masih asri, licin, becek dan yang pasti tropis.
Saya dan teman – teman terus lakukan perjalanan dengan cuaca mendung mengintai. Menuju pos kedua ini hanya ada 2 – 3 mata air jadi kami harus bisa mengatur konsumsi air. Saat di tengah pendakian ke Pos kedua saya dan teman – teman bersua dengan sumber air yang bisa dikonsumsi. Mata air ini terletak di sebelah kiri jalur dan sudah diberi pagar untuk menampung air. Selanjutnya kami melewati rute berbelok dan melewati sebuah jembatan bambu sebelum akhirnya tiba di sebuah pondok. Katanya pondok ini adalah sebuah tempat atau warung makan. Sayangnya saat kami kesana warung ini tidak buka.
Suara – suara angin berbisik di dedaunan pohon terus menemani kami, sisanya hanya ada suara merdu dari burung – burung di kawasan hutan ini… hutan belantara yang memang sunyi. Rute perjalananpun kembali lebih menanjak, tentu saja bantuan akar pohon membantu saya dalam proses pendakian.
Akhirnya tak perlu waktu lama, saya dan teman – teman akhirnya sampai di pos pendakian ke dua.Terletak disebelah kiri rute dan di bawah rimbunnya pohon – pohon besar. Di lokasi ini masih ada sebuah bangunan yang bisa digunakan untuk beristirahat.
Di sini saya juga berkenalan dengan para pendaki yang lain. Di sinilah saya mendapatkan tips yang saya pegang sampai sekarang. Dimana yang paling penting ketika atau apabila kita bertemu dengan para pendaki lainnya saat berpapasan di jalur pendakian, sepatunya menyapa mereka dengan panggilan Pak/ Buk meski berapapun umurnya. Tradisi ini sudah menjadi formalitas, dan ini bagus dilakukan, untuk menjauhkan hal – hal yang dilarang selama melakukan pendakian ini.
Sedikit review ga penting, pada proses pendakian hingga ke pos kedua ini, saya sudah beberapa kali istirahat, sama halnya dengan teman – teman lainnya yang juga pertama kali melakukan pendakian pertama.
Saat hendak melakukan perjalanan ke pos ketiga, apa yang kami ingin hindari akhirnya kejadian. Yap benar saja.. tak selang berapa lama setelah istirahat di pos kedua, hujan pun turun. Kami pun bergegas melangkah dan tetap berhati – hati agar di terpeleset. Selama melakukan pendakian meuju pos ketiga ini, rute atau jalur yang dilalui mulai menanjak dan vegetasi sekitar semakin rapat. Sedikit gelap karena banyak pohon-pohon besar yang mendominasi disepanjang pendakian. Tetapi pemandangan ini memberikan kenikmatan buat mata, dimana terlihat akar – akar pohon besar tersebut menjuntai di badan jalur tempat kami berjalan yang menambah kesan natural. Selama perjalanan juga terlihat ada beberapa lokasi camp. Sepertinya di jalur ini bisa juga sebagai tempat istirahat kalau rasanya capek untuk menuju pos ketiga.
Tak ingin berlama – lama, saya dan teman – teman terus bergegas melakukan pendakian, selain menghindari cuaca hujan juga untuk menhindari banyaknya pacet yang lengket di kaki teman – teman. Dengan penuh semangat hisapan gula merah, kami terus melanjutkan perjalanan. hingga sampai di Pintu Angin/ pos ketiga yang merupakan perbatasan antara jalur rimba dengan jalur bukit cadas.
Saya sempat bertanya kepada para pendaki yang tengah turun. Menanyakan berapa estimasi waktu yang kami butuhkan untuk bisa sampai di zona tenda atau cadas. Jawabanya ? “dekat lagi kok“. Tetapi nyatanya tak kunjung sampai.
Dalam perjalan menuju cadas, saya dan teman – teman masih ditemani dengan rapatnya hutan. Tetapi pada saat mendekati Cadas jalur yang dilalui semakin menanjak dan mendaki. Jalur ini juga disertai vegetasi yang mulai terbuka. Kawasan bebatuanpun lalu menunggu langkah kami sebelum sampai di area Cadas.
Finally setelah beberapa pendakian, kami akhirnya tiba di cadas. Letaknya tepat di bawah Tugu Abel. Selanjut saya dan teman – teman berbagi tugas untuk mencari lokasi yang pas buat mendirikan tenda. Karena memang pendakian ke puncak kami lakukan esok pagi – pagi sekali.
Jika dihitung – hitung dari posko hingga sampai Cadas tempat kami mendirikan tenda, ada lebih kurang 4 – 5 jam perjalanan yang kami lakukan. Mungkin ga bisa dikatakan prestasi, tetapi kami tidak memperdulikan itu. Yang penting bahagia.
Setelah berhasil mendirikan tenda di tempat yang pas, saya dan teman – teman melanjutkan kegiatan dengan memasak makanan untuk makan. Maklum waktu telah menunjukkan jam 3 sore dan kami belum makan. Tak berbeda jauh dengan sarapan tadi, kami kembali makan ikan teri dan sarden. Kegiatan – kegiatan lainpun kami lakukan termasuk melakukan adaptasi dengan alam, dengan cuaca dingin setelah hujan, keakraban dan memumpuk kekompakan semuanya kami lalui secara baik.
Saya berada disatu tenda dengan 5 orang teman lainnya. Begitu pula teman – teman di tenda lain. Menuju malam saya dan teman – teman juga menikmati indahnya matahari terbenan yang terlihat dari Cadas. Sungguh pengalaman yang luar biasa. Malam harinya kami tidak banyak melakukan kegiatan, hanya fokus untuk istirahat dan bangun pagi sekitar jam 4 subuh. Apalagi, cuaca pada malam itu tidak bersahabat, boro – boro melihat bintang, malahan hujan terus menerus.
Berdiri di Tugu Abel dan Puncak Merpati.
Sesuai target, pada subuh keesokan harinya kami melajutkan perjalanan menuju puncak (Summit Attack). Yap kegiatan yang wajib dilakukan, melihat sunrise dari puncak Merpati (puncak gunung marapi). Alhamdulillah cuaca saat itu cerah.
Untuk bisa sampai di Puncak Merpati, pendakian dari lokasi kami mendirikan tenda lebih kurang 1 jam. Tanpa banyak ba bi bu, kami secepatnya melakukan pendakian. Oh iya sebelum pendakian ini kami sudah sarapan. Pendakian kali ini cukup berhati – hati, karena medan yang terjal dan berbatu.
Saat di tengah perjalanan ke Puncak Marapi, kami berhenti sejenak di sebuah tugu, Tugu abel. Tugu ini bisa dikatakan sebuah tugu yang dibuat untuk mengenang pengorbanan seorang pendaki, Abel Tasman. Pendaki ini melakkan penyelamatan yang luar biasa kepada salah seorang pendaki wanita saat Gunung Marapi meletus. Namun sayangnya saat kami disana, tugu bersejarah ini banyak dicoret oleh orang – orang yang tidak bertanggung jawab Terlepas dari itu, dari tugu ini kami bisa melihat indahnya pemandangan kota padang panjang dan sekitarnya.
Setelah istirahat dan membuat dokumentasi foto di Tugu abel, kami melanjutkan pendakian menuju puncak Merpati. Kami sempat terkejut di saat melakukan perjalanan, karena berjumpa dengan padang pasir yang luas. Sempat kepikiran apa bisa main bola kaki disana. Dari informasi yang saya dapat saat itu, banyak para pendaki mengatakan tempat ini sering disebut Lapangan. Yah wajar sih, karena lahannya datar dan memang luas. Sehingga dinamakan Lapangan.
Untuk bisa sampai ke puncak, jalur yang dilalui tidak terlalu menanjak. Pemadangan hanya Kaldera dan Kawah aktif gunung Marapi Sumbar yang terlihat luas. Saya dan teman – teman berjalan penuh hati hati disebelah kanan punggungan dengan jalur yang agak menanjak.
Sampai akhirnya sampai di Puncak Merpati Gunung Marapi. Penampakan pemandangan yang luar biasa. Terlihat jelas letak Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang dan megahnya danau Singkarak yang bisa kita lihat saat melakukan putaran wajah. Segala penat, letih, capek, waktu terbayarkan dengan pesona indahnya pemandangan yang ada disana.
Bisa menikmati proses matahari terbit dari puncak Merpati ini aja sudah sangat senang. Memang kenikmatan ini tak lepas dari rezeki dan alam yang diberikan oleh ALLAH SWT. Belum lagi selimut awan yang menghiasi pandangan mata saya saat itu.
Melihat Langsung Taman Edelweis
Dari puncak Merpati kami sempat melihat dari kejauhan adanya taman Edelweis. Yang rencananya tadi langsung turuh ke tenda, akhirnya berubah menujut taman ini. Maka saya dan teman – teman pun turun untuk menuju taman itu. Memang jika dari puncak Merpati terlihat taman itu dekat, tetapi saat turun ternyata cukup jauh, walaupun cuma menurun. Sempat kepikiran, berapa lama pula waktu kami mendaki untuk kembali kepuncak merpati, pasti lebih capek lagi. Selain itu jalur yang dilewati lumayan curam dan berbatu.
Lebih kurang sekitar 15 menit turun kami sampai di Taman Edelweis. Finally saya dapat melihat langsung taman bunga edelweis di Gunung Marapi Sumbar. Berkeliling, berfoto dan yang jelas terpesona. Saya juga sempat mengambil beberapa petik saja. Memang pada awalnya saya berniat tidak ingin mengambil, karena bunga ini termasuk bunga langka. Tetapi saya ambil hanya sedikit, tidak banyak. So buat teman – teman yang baca ini jangan marah dulu ya, saya paham kok aturannya.
Selanjutnya kami kembali ke puncak dan Tugu Abel lalu balik ke tenda. Tentunya dengan sisa – sisa tenaga, yang jelas sangat lelah saat balik mendaki dan menurun.
Memang pendakian ini tak terlupakan. Pendakian pertama penuh tantangan. Terima kasih Gunung Marapi Sumbar.